Rabu, 29 April 2015


ARSITEK MUDA INDONESIA 
Manifesto, Penjelajahan Design, Karya personal dan Pengikut-pengikutnya
oleh : Soerjono Herlambang

Image result for arsitek indonesia
Pada tahun 1990, untuk pertama kali sejarah Arsitektur Indonesia mencatat lahirnya manifesto Arsitek dari kelompok yang menamakan dirinya Arsitek Muda Indonesia. Bagi Arsitek Muda Indonesia, Arsitektur adalah wujud penjelajahan desain, penjelajahan desain yang dibekali, kepekaan tinggi terhadap situasi kondisi masyarakat dan lingkungan indonesia dan bagi mereka dasar penjelajahan itu sendiri adalah keakraban dialog antara arsitek dengan masyarakat sebagai keterpaduan gagasan dan kenyataan ( Manifesto Arsitek Muda Indonesia dalam pameran Arsitektur Prospektif 1990).
                Pada awalnya AMI berhasil mencuri perhatian kalangan Arsitek Indonesia lebih karena manifesto di banding rancangan karya mereka yang saat itu di tampilkan dalam pameran. Manifesto AMI secara tersirat menyebutkan telah terjadi suasana tidak kondusif dalam dunia Arsitektur Indonesia, yakni :
·         Lunturnya pengakuan Arsitek sebagai pencipta
·         Penciptaan desain yang tak lagi peka terhadap kondisi masyarakat dan lingkungan.


Persoalan pertama terkait dengan turunnya kualitas profesional arsitek indonesia ketika menghadapi arus globalisasi yang ditandai dengan menguatnya peran sektor swata sebagai pemberi tugas.  Yori Antar menambahkan, selain Profesionalisme, Arsitektur Indonesia telah kehilangan personalitasnya. Menurutnya sebagian besar arsitek Indonesia tenggelam di balik nama biro arsiteknya. Soni Sutanto (1990) membandingkan AMI dengan kelompok Crystal Chain ( pencetus aliran Expressionism, yang dibentuk Bruno Taud di Jerman tahun 1920) yang memiliki kesamaan pandangan bahwa “ setiap karya harus dapat dikenali perancangnya dan juga keyakinan-keyakinan dibalik proses penciptaan karya tersebut”.  Pencarian karya dengan karakter personal ini menjadi salah satu ciri yang menonjol dalam perjalanan AMI.
Setahun setelah Pameran Arsitektur Prespektif 1990, digelar pameran kedua yang bertema Kotak Katik Kota Kita. Dalam pameran ini, menurut AMI, Penciptaan karya tidak harus selalu berdasarkan pada bentuk arsitektur yang ada di wilayah tersebut, tapi lebih berbasis pada permasalahan-permasalahan nyata yang ada di kota. Namun rencana pemeran kedua ini tidak terlaksana.  Bambang Eryudhawan Menyerukan kapada para arsitek untuk berani melihat kota dari kepentingan penghuninya  dan lebih dari itu mengajak para arsitek merebut kembali hak atas kota.
Kota-kota indonesia memang menjadi korban eksploitasi berbagai pihak yang berkuasa secara politik dan ekonomi. Politisasi ruang atas nama politik identitas dan komersialisasi ruang telah mengancam struktur dan sistem operasi kota yang telah ada sebelumnya.
Realisasi Karya
                Sejalan dengan perjalanan waktu di tengah kuatnya arus silang berbagai kepentingan dan permasalahan , komitmen penjelajahan desain AMI berhadapan dengan tuntutan realisasi karya. Mereka tidak bisa terus memamerkan rancangan-rancangan yang tak terbangun. Lalu timbul pertanyaan, Apakah mereka memang mempunyai kemampuan yang baik dalam merancang baik dari sisi konsepsual amaupun teknis? Adakah karakter personal yang muncul dalam setiap karya mereka?
                Lalu, AMI menggelar pameran arus silang pada tahun 1993 di 2 tempat, dirumah Sarjono Sani yang baru menerima IAI Award 1993 dan kemudian di lorong Jurusan Arsitektur ITB. Pameran ini lebih banyak menampilkan karya-karya yang terbangun dan menjadi semacam jawaban AMI atas pertanyaan- pertanyaan diatas.
Pernyataan yang muncul dalam pameran Arus Silang 1993 terbaca lebih optimis dalam menghadapi masa depan. Namun, pameran ini mendapat kritik tajam dari Arsitek senior Romo Mangunwijaya dengan menyebutkan Eksplorasi yang dilakukan AMI masih setengah-setengah , penggunaan Teknologi, Bahan, dan Warna masih ketinggalan zaman.  AMI juga dinilai belum menyentuh problematika yang di hadapi 180 juta penduduk Indonesia. Romo Mangun sebenarnya mengharapkan AMI mampu menggali dan mengangkat kembali kekhasan Indonesia yang ada dalam Arsitektur kota, desa dan jalan, pasar dan lain sebagainya.
Setelah Pameran 1993 , Aktivitas dan Produktifitas AMI terus bertambah, seperti : kegiatan presentasi karya dan open house, rangkaian pameran Arsitektur di dalam maupun di luar negeri, stude ekskursi, penerbitan buku, keikutsertaan dalam kompetisi desain hingga dominasi mereka dalam penghargaan-penghargaan karya terbaik di IAI.
Perjalanan AMI
Perjalanan  AMI dapat diikuti berdasarkan tempat berkumpulnya, di bagi menjadi 3 periode. Periode pertama(1989-1993) menjadi masa paling heroik dalam perjalanan AMI. Pada periode inilah AMI berkumpul secara reguler untuk saling mempresentasikan, mengkritik, dan mendiskusikan karya-karya baru mereka. Periode ini juga mengawali tradisi open house, pameran arsitektur dan publikasi karya dalam upaya memperjuangkan eksistensi mereka di dunia arsitektur Indonesia. Dalam setiap pameran mereka selalu menulis manifesto dan pernyataan-pernyataan arsitektur yang dapat di baca sebagai keinginan ideal mereka.
                Periode kedua menjadi puncak aktivitas AMI, mereka meluncurkan buku pertama yang merekam seluruh perjalanan dan penjelajahan AMI sepanjang tahun 1990 hingga 1995. Perjuangan untuk mendapatkan karakter personal dalam karya Arsitektur makin terlihat. Nama-nama Arsitek Muda Indonesia mulai lebih dikenal  dari pada nama kantor mereka atau tempat kerja mereka.             

              Pada Periode ketiga (1997-2001) dapat dikatakan sebagai periode menurunnya aktivitas mereka sebagai kelompok. Awal 2000-an ketika markas besar AMI mulai pindah ketoko buku aksara di jalan kemang. Intensitas keterlibatan anggota inti AMI (seperti Yori Antar,  irianto P.H., Soni Sutanto) mulai berkurang. Nama-nama baru seperti Ahmad, Wendi Juhara, dan Adi Purnomo. Mulai menggantikan mereka dalam menggerakkan kegiatan AMI.     

sumber : Tegang Bentang 100 tahun Perspektif Arsitektur Indonesia
              google.com